DIALEKTIKA — Ribuan siswa di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, riang memainkan angklung di puncak acara Peringatan Pendidikan Nasional. Ternyata angklung ini berasal dari Kelurahan Citangtu dan merupakan warisan Kabupaten Kuningan.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Uu Kusmana, S.Sos, M.Si, menyatakan bahwa Gebyar Angklung ini merupakan sarana untuk memberikan penghargaan terhadap warisan budaya asli Kabupaten Kuningan serta sebagai representasi dari solidaritas dan semangat gotong royong dalam pendidikan.
Di Halaman KIC pada hari Minggu, 19 Mei 2024, dia menyatakan, “Dengan melibatkan ribuan pelajar, kami berharap dapat menanamkan rasa bangga terhadap budaya lokal yang sudah mendunia, sekaligus memotivasi semangat belajar.”
Uu Kusmana mencatat bahwa selain Gebyar Angklung sebelumnya, yang melibatkan ribuan orang, juga telah dilakukan beberapa kegiatan lain, seperti Workshop Guru PAUD, Lomba Cerdas Cermat Jenjang SD, Lomba Cerdas Cermat SMP, Upacara Hardiknas, Gebyar PAUDku, dan Wisuda Tahfidz Al-Qur’an Juz dan Seminar Pendidikan.
“Kami ingin mewujudkan semangat belajar yang menyenangkan dan membanggakan, seperti halnya angklung, warisan budaya dunia asal Kuningan, melalui gerakan “Beu Sakola dan Ngamulule Angklung Beu.”
Di tempat yang sama, Dr. Drs. H. R. Iip Hidajat, M.Pd, Wakil Bupati Kuningan, menyatakan bahwa angklung adalah alat musik terbesar di Kabupaten Kuningan. Pak Kutjit dan Pak Daeng bekerja sama untuk membuat Angklung Diatonis. Setelah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada tahun 2010, kebersamaan membantu menghidupkan kembali nama bangsa.
Menurutnya, tujuan utama dari Hardiknas adalah untuk meningkatkan jumlah anak yang melanjutkan sekolah rata-rata. Selain itu, Kuningan harus menjadi kabupaten pendidikan melalui silaturahmi media dan kerja sama dengan semua pihak. Terangnya, “Bahkan saat ini sedang merintis yang namanya kurikulum muatan lokal tentang perawatan, ngaruat, dan ngarumat Gunung Ciremai.”
Menurut Sekda Kabupaten Kuningan Dr. Dian Rachmat Yanuar, M.Si., angklung adalah ciri khas Kabupaten Kuningan. Sehubungan dengan sejarah, Pak Kutjit (Kuwu Citangtu), maestro angklung, dan Pak Daeng adalah pencipta angklung diatonis di Kuningan.
Ini akan memberi kita inspirasi untuk terus melestarikan tradisi angklung, yang memiliki nilai moral yang tinggi dan merupakan kearifan lokal yang diakui secara global. Mencintai angklung sama dengan mencintai tradisi dan alam. Dia menegaskan, “Ini adalah dasar kita untuk meyakinkan tekad bahwa Kuningan benar-benar menjadi bagian sejarah dari perkembangan angklung.”
Karena generasi penerus harus tetap menjadi bagian dari sejarah, Dian menyatakan bahwa angklung harus tetap menjadi kekuatan yang membuat anak-anak mengenal dan menyukai warisan tersebut. “Gebyar Angklung menjadi bagian menjaga dan merawat tradisi budaya Kuningan,” katanya, menceritakan asal-usul angklung. “Moal apal bakal, Mun teu apal asal.”—(tidak akan hapal yang akan terjadi, jika tidak hapal identitas asalnya, Red).***
Baca juga berita-berita menarik Dialektika.id dengan klik Google News.