DIALEKTIKA KUNINGAN — Skor imbang 2-2, hasil BRI Liga 1 Derby Sunda antara Persita vs Persib Bandung di Indomilk Arena, Tangerang, Jumat 16 Mei 2025.
Lebih dari sekadar hasil akhir, pertandingan ini menyajikan alur cerita unik dan kontroversial yang memancing beragam reaksi dari para suporter.
Awalnya, sorotan tertuju pada kiper Persib Bandung, Teja Paku Alam. Penampilannya di bawah mistar gawang dinilai gemilang, dengan serangkaian penyelamatan krusial yang menggagalkan berbagai peluang emas dari para pemain Persita.
Pujian demi pujian, bahkan label Most Valuable Player (MVP) dari sebagian Bobotoh, sempat melekat padanya. Namun, narasi pertandingan berbalik arah seiring berjalannya waktu.
Gol penyama kedudukan dari bek Persita, Ryuji Utomo, mengubah pandangan. Ironisnya, gol pembuka Persib justru lahir dari kaki pemain yang sama, melalui gol bunuh diri di menit kedua, salah mengantisipasi umpan silang Tyronne del Pino.
Persita sempat menyamakan kedudukan melalui penalti Eber Bessa di penghujung babak pertama, menyusul pelanggaran Zalnando terhadap Muhammad Toha di kotak terlarang.
Memasuki babak kedua, Persib kembali unggul cepat melalui gol Tyronne del Pino di menit ke-47, memanfaatkan umpan matang dari Marc Klok.
Namun, keunggulan ini kembali sirna di masa injury time babak kedua (menit 90+6) ketika Ryuji Utomo menebus kesalahannya dengan mencetak gol penyeimbang yang dramatis.
Di tengah jual beli serangan dan gol, keputusan-keputusan wasit menjadi topik perbincangan hangat, bahkan cenderung kontroversial. Puncaknya terjadi ketika pemain sayap Persib, Febri Haryadi, terlihat dijatuhkan oleh pemain Persita saat melakukan serangan balik.
Anehnya, wasit tidak menganggap insiden tersebut sebagai pelanggaran. Situasi ini membuat para pemain Persib kehilangan fokus dan berujung pada serangan balik cepat Persita yang berbuah gol penyeimbang.
Keputusan kontroversial ini memicu reaksi keras dari kubu Persib. Asisten pelatih Maung Bandung, Igor Tolic, bahkan sampai diganjar kartu kuning oleh wasit akibat protesnya yang dianggap berlebihan.
Sementara itu, tensi pertandingan semakin memanas dengan adanya insiden flare yang dinyalakan di tribun penonton pada menit ke-79, memaksa pertandingan dihentikan sementara.
Setelah laga usai dengan skor 2-2, gelombang cuitan satire dari netizen, khususnya Bobotoh, membanjiri media sosial. Alih-alih memberikan gelar MVP kepada pemain di lapangan, banyak yang justru “menganugerahkan” gelar tersebut kepada wasit—tapi dengan sindiran penuh satire, sebagai bentuk sindiran atas kepemimpinan yang dianggap kurang memuaskan dan merugikan kedua tim.
Meskipun Persib Bandung telah memastikan gelar juara Liga 1 musim ini, Derby Sunda kontra Persita tetap menyajikan drama yang layak dikenang. Bukan hanya soal skor akhir, tetapi juga tentang perubahan persepsi terhadap pemain terbaik, kontroversi keputusan wasit, insiden flare, dan emosi yang membara hingga peluit panjang berbunyi.
Laga ini menjadi bukti bahwa rivalitas dan tensi tinggi dalam sepak bola dapat menghadirkan cerita unik di luar prediksi.***
Baca juga berita-berita menarik Dialektika.id dengan klik Google News.