DIALEKTIKA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana menghapus aturan domestic market obligation (DMO) untuk minyak goreng curah, isu ini hingga menjadi sorotan publik.
Selama ini diketahui produsen diharuskan memenuhi kebutuhan minyak goreng curah dalam negeri jika mereka ingin mendapatkan hak ekspor minyak goreng curah (CPO).
Minyak goreng DMO ini banyak menyebabkan konflik di kalangan bawah masyarakat. Karena itu, harga minyak goreng berubah sangat cepat. Ada perbedaan harga antara minyak goreng komersil (non-DMO) yang normal dan minyak goreng DMO yang murah.
Situasi menjadi sangat kompleks karena masyarakat tidak dapat belajar tentang teknik dan seluk-beluk minyak goreng seperti ini.
Selain itu, pemerintah pusat tengah sedang menyelidiki peraturan baru tentang HET (Harga Eceran Tertinggi) untuk minyak goreng subsidi. Ini sudah menjadi rahasia umum bahwa hubungan antara penetapan HET dan ketidakpastian yang berkelanjutan di lapangan telah menjadi rahasia umum.
Sebagai contoh, dalam hal HET “Minyak Kita”, pemerintah menetapkan harga Rp14.000 per liter, sementara pengguna akhir—atau konsumen—membeli minyak dengan harga sekitar Rp18 ribu per botol per liter. Hal ini dianggap ironis dan membingungkan, karena faktanya para pelaku usaha memang menganggap harga jual mereka di atas HET Rp14.000 per liter, sehingga sulit untuk menentukan bagaimana rumusnya dapat menjual minyak sesuai HET.