DIALEKTIKA KUNINGAN — Kota Kuda basah hari ini Minggu, 31 Agustus 2025, tapi bukan hanya oleh hujan yang mengguyur, melainkan oleh massa aksi yang membanjiri jalanan di gedung DPRD Kuningan.
Ribuan demonstran dari Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Kuningan (AMKM) turun ke jalan dalam lanjutan aksi protes sebelumnya yang digelar di Mapolres Kuningan.
Aksi yang berlangsung di Jalan RE Martadinata, Ancaran, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat ini menjadi panggung aspirasi publik yang tak lagi bisa dibendung.
Hujan deras tak menyurutkan semangat massa. Justru, derasnya air langit seolah menjadi simbol air mata Ibu Pertiwi atas kondisi demokrasi yang dinilai mulai tergelincir dari rel keadilan dan transparansi.
Gelombang Kritik terhadap Pemerintah Daerah
Demonstrasi kali ini tak sekadar riuh teriakan, tapi membawa tuntutan yang menyentuh langsung ke jantung kekuasaan.
Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Kuningan menyoroti dugaan pemborosan anggaran dalam proses open bidding Sekretaris Daerah, mendesak penghentian proyek sawit yang dinilai bermasalah, serta menuntut audit transparan terhadap Program Penerangan Jalan Umum (PJU) yang dianggap tidak jelas pelaksanaannya.
Lebih tajam lagi, mereka menuding DPRD Kuningan kehilangan fungsi pengawasan karena terlalu sibuk mengurus kepentingan pribadi dan diduga bermain proyek, termasuk dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“DPRD harus berhenti jadi pebisnis anggaran. Kami ingin wakil rakyat, bukan makelar proyek!” teriak salah satu orator aksi.
Dari Isu Lokal hingga Nasional
Tak hanya menyasar isu daerah, massa juga mengangkat suara nasional. Mereka mengecam rencana kenaikan tunjangan DPR RI dan menuntut keadilan atas kematian seorang pengemudi ojek online yang tewas terlindas rantis Brimob dalam sebuah demonstrasi di Jakarta.
Aksi “Kuningan Melawan” pun menjadi representasi keresahan rakyat di berbagai penjuru negeri—bahwa suara rakyat tak bisa dibungkam oleh hujan maupun pengabaian.
Aksi Damai yang Nyaris Memanas
Meski aksi awalnya berlangsung damai, situasi sempat memanas saat beberapa peserta melempar botol ke arah aparat. Ketegangan cepat diredam, dan aksi tetap berlangsung dalam kendali.
Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy, akhirnya menemui massa, meski hanya didampingi segelintir anggota dewan dari total 50 yang duduk di parlemen. Dalam pertemuan singkat, pihak DPRD menerima 10 poin tuntutan tertulis dari demonstran.
“Kami akan menjadikan seluruh tuntutan ini sebagai perhatian serius di DPRD,” ujar Nuzul dalam pernyataan resminya.
Pesan di Balik Derasnya Hujan
Aksi ini menjadi pengingat keras bahwa demokrasi sejatinya hidup di jalanan—diperjuangkan, disuarakan, dan dikawal oleh rakyat. Di tengah hujan dan langit kelabu, suara perlawanan justru terdengar paling nyaring.
Rakyat Kuningan telah berbicara. Kini giliran wakil rakyat untuk mendengar, dan lebih penting lagi, bertindak.***
Baca juga berita-berita menarik Dialektika.id dengan klik Google News.