DIALEKTIKA (OPINI) — Antara beban dan harapan “dua isu yang berkaitan erat”.Pajak merupakan tulang punggung pendapatan negara. Namun, tantangan besar bagi Indonesia bukan hanya tentang bagaimana pajak dipungut, namun juga bagaimana dana tersebut digunakan secara transparan dan bertanggung jawab. Ketika kebijakan perpajakan seperti rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dibicarakan, reaksi masyarakat cenderung negatif. Salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya kepercayaan terhadap transparansi pengelolaan dana pajak oleh pemerintah.
Menjadi semakin sulit untuk menghindari penolakan terhadap kebijakan-kebijakan ini ketika masyarakat tidak yakin apakah pajak yang mereka bayarkan benar telah digunakan secara maksimal. Kita menghadapi dua masalah penting. Bagaimana pemerintah dapat memperkuat akuntabilitas dalam administrasi perpajakan, dan apakah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% dapat diterima tanpa menambah beban masyarakat Indonesia?
Dampak Ketidakpercayaan dan Tantangan Transparansi dalam Tata Kelola Kebijakan Pajak
Kepercayaan dari masyarakat merupakan landasan keberhasilan kebijakan perpajakan. Ketika masyarakat merasa bahwa sumbangan mereka tidak digunakan secara transparan, penolakan terhadap langkah-langkah baru, seperti kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), akan meningkat.
Menurut laporan dari [Transparency International], Indonesia masih menempati peringkat tengah dalam Indeks Persepsi Korupsi (CPI), namun berdasarkan data Indeks Persepsi Korupsi (CPI) tahun 2022, Indonesia memperoleh nilai 34 poin; Hal ini menunjukkan bahwa praktik pengelolaan sumber daya publik, termasuk pajak, masih perlu ditingkatkan secara signifikan. Banyak orang merasa beban pajak mereka tidak sebanding dengan manfaat yang mereka terima. Seperti infrastruktur yang stagnan, pelayanan kesehatan yang minim, dan pendidikan yang masih tidak merata di Indonesia.
Kenaikan PPN 12%: Antara Harapan dan Kekhawatiran
Menaikkan PPN menjadi 12% pada tahun 2025 dianggap sebagai langkah untuk mendongkrak pendapatan pemerintah. Namun, kebijakan tersebut juga menimbulkan kekhawatiran, khususnya bagi sektor usaha kecil dan menengah (UKM), yang sudah terdampak oleh pandemi beberapa tahun lalu.
Dari sudut pandang ekonomi, kenaikan pajak pertambahan nilai dapat menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa, sehingga pada akhirnya menurunkan daya beli masyarakat. Namun, jika kebijakan tersebut diterapkan dengan tata kelola dan kelembagaan yang baik, lalu didukung dengan kebijakan administrasi yang baik, maka dapat meningkatkan potensi penerimaan negara secara signifikan.
Transparansi sebagai Kunci Solusi
Untuk mengurangi resistensi masyarakat terhadap kenaikan PPN, pemerintah perlu memperkuat akuntabilitas dalam pengelolaan dana hasil pajak. Salah satu cara yang dapat diambil adalah memanfaatkan teknologi blockchain.
Blockchain: Harapan Baru untuk Transparansi
Salah satu solusi yang patut dipertimbangkan adalah teknologi blockchain, yang terkenal dengan keterbukaannya dan tidak dapat diutak-atik. Sistem ini memungkinkan warga untuk melacak setiap transaksi dan penggunaan uang pajaknya secara real time.
Misalnya, pemerintah dapat menggunakan blockchain untuk mencatat penggunaan pendapatan PPN. Apakah ini tentang membangun jalan, sekolah, dana hibah? Akses terbuka memungkinkan orang untuk melihat secara langsung dampak nyata dari kontribusi mereka.
Mengapa Blockchain?
Blockchain memungkinkan pencatatan transaksi yang transparan, aman, dan anti kerusakan. Seluruh penggunaan pajak dapat dilacak secara real-time, sehingga masyarakat dapat melihat secara langsung berapa banyak dana yang tersedia untuk pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, dan dukungan pendidikan.
Langkah-langkah implementasi
- Percontohan transparansi pajak: Menerapkan blockchain pada proyek berskala besar seperti pembangunan jalan dan rumah sakit dengan akses publik terhadap data anggaran.
- Edukasi masyarakat: Memanfaatkan manfaat transparansi untuk meningkatkan pemahaman dan kepercayaan masyarakat.
- Pemantauan Independen: Melibatkan badan independen untuk mengaudit dan melaporkan hasil pengelolaan dana secara berkala.
Rekomendasi Kebijakan
Berikut beberapa langkah strategis untuk mengatasi tantangan transparansi dan resistensi terhadap kenaikan PPN:
● Mengutamakan transparansi: Memublikasikan laporan penggunaan penerimaan pajak yang mudah diakses dan dipahami masyarakat.
● Subsidi strategis: Memastikan dana kenaikan PPN digunakan untuk mensubsidi kebutuhan dasar masyarakat berpenghasilan rendah.
● Dukungan bagi usaha kecil dan menengah: Memberikan insentif dan keringanan pajak kepada usaha kecil dan menengah untuk mengurangi dampak kenaikan PPN.
Menuju Pajak yang Transparan: Kunci Membangun Kepercayaan dan Kesejahteraan Bersama (Kesimpulan)
Rencana kenaikan PPN menjadi 12% merupakan langkah besar yang memerlukan kepercayaan masyarakat sebagai landasannya. Transparansi pengelolaan dana pajak bukan lagi sebuah pilihan, melainkan suatu keharusan. Dengan memanfaatkan teknologi seperti blockchain, pemerintah memiliki peluang untuk memulihkan kepercayaan publik dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan.
Jika kepercayaan masyarakat bisa dipulihkan, besar kemungkinan pajak tidak lagi dianggap sebagai beban, melainkan sebagai investasi bersama masa depan Indonesia.***
Oleh: M. Bimo Wicaksono (Mahasiswa Universitas Indonesia (UI))
Catatan Penulis: Artikel ini bertujuan untuk mendorong diskusi tentang transparansi dan kebijakan fiskal sebagai jalan menuju pembangunan yang inklusif.
Disclaimer:
Artikel Opini / Kolom Pakar merupakan murni buah pemikiran / hasil riset penulis. Dialektika.id tidak bertanggungjawab atas copyrights dan bilamana terjadi sesuatu hal.***
Baca juga berita-berita menarik Dialektika.id dengan klik Google News.