DIALEKTIKA KUNINGAN — Di tengah dinamika pembangunan nasional, Kabupaten Kuningan tampil mencuri perhatian melalui pendekatan baru dalam promosi daerah.
Lewat forum Kuningan Adiluhung Expo: Investment, Culture & Network yang digelar di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis 17 September 2025, Kabupaten Kuningan tidak hanya menawarkan potensi, tetapi juga menyampaikan narasi strategis tentang masa depan daerah yang berpijak pada kekuatan lokal dan orientasi global.
Dalam forum yang dihadiri oleh investor nasional, pelaku industri kreatif, serta mitra pembangunan, Penjabat Sekretaris Daerah Kuningan, Dr. Wahyu Hidayah, M.Si., memperkenalkan konsep pembangunan bertajuk “Catur Rupa”—sebuah pendekatan visioner yang memadukan empat pilar utama pembangunan: lingkungan, ekonomi, budaya, dan diplomasi.
“Catur Rupa” sebagai Cetak Biru Pembangunan Daerah
Konsep ini menyajikan empat wajah Kuningan sebagai satu kesatuan:
- Investasi Hijau (Green Investment)
- Agro Unik (Agro Uniqueness)
- UMKM dan Ekonomi Kreatif
- Wisata, Budaya, dan Diplomasi
“Alam adalah panggung, budaya adalah jiwa, investasi adalah nafas, dan diplomasi adalah mahkota,” ujar Dr. Wahyu, menyampaikan filosofi di balik Catur Rupa.
Kuningan Timur Jadi Magnet Industri
Di bidang investasi, Kuningan tak lagi berbicara soal insentif atau angka, melainkan keberlanjutan.
Pembangunan kawasan industri seluas 1.300 hektare di Kuningan Timur dirancang untuk industri ramah lingkungan, terhubung dengan infrastruktur strategis seperti Bandara Kertajati, Tol Cipali, dan Pelabuhan Cirebon.
Dengan potensi energi panas bumi sebesar 150 MW dan hutan penyerap karbon 2,55 juta ton, Kuningan berambisi menjadi pelopor dalam perdagangan karbon (carbon trade) dan energi terbarukan.
“Kami ingin investasi yang bukan hanya untung, tapi juga meninggalkan warisan ekologis,” tegas Wahyu.
Agro Unik: Pangan Lokal, Gairah Global
Sektor pertanian Kuningan kini bukan sekadar urusan ketahanan pangan, melainkan diplomasi pangan.
Komoditas unggulan seperti Sapi Pasundan, Ikan Kancra Bodas (Java Salmon), dan Kopi Pegunungan Kuningan disiapkan untuk pasar global, didukung oleh kisah budaya dan ekosistem produksi berkelanjutan.
“Setiap produk membawa narasi. Petani bukan sekadar produsen, mereka adalah penjaga tradisi,” tambah Wahyu.
UMKM: Kreativitas Lokal untuk Dunia
Ribuan pelaku UMKM Kuningan kini menjadi aktor utama ekonomi kerakyatan. Produk-produk seperti Jeruk Nipis Peras, Gemblong Ubi Ungu, Batik Kuningan, dan Tape Ketan bukan hanya ikon lokal, tetapi juga komoditas ekspor potensial.
Dr. Wahyu menekankan bahwa kekuatan UMKM Kuningan terletak pada nilai autentik dan keberlanjutan, dua hal yang kini dicari pasar global.
Wisata dan Diplomasi: Kuningan di Mata Dunia
Kuningan tak hanya membanggakan alam dan budaya, tetapi juga sejarah diplomasi yang kuat. Gedung Perundingan Linggarjati menjadi simbol peran strategis Kuningan dalam sejarah Indonesia, dan kini diperkuat dengan proyek monumental Tebing Diplomasi di Desa Setianegara.
Monumen ini akan menampilkan wajah tokoh-tokoh perundingan kemerdekaan seperti Sutan Sjahrir, Mohammad Roem, hingga Presiden Soekarno, layaknya Mount Rushmore, sebagai ikon diplomasi Indonesia.
Kuningan juga membuka lebar pintu investasi wisata melalui proyek hotel, resort, MICE, hingga fasilitas adventure tourism seperti zip line, kereta gantung, dan amphitheater.
Identitas Lokal sebagai Landasan Masa Depan
Berbeda dari banyak daerah yang hanya menjual potensi fisik, Kuningan melalui Catur Rupa menghadirkan identitas sebagai nilai tambah. “Ini bukan sekadar branding, tapi positioning. Kami ingin Kuningan dikenali karena karakternya,” ujar Wahyu.
Dengan pendekatan ini, Kuningan menempatkan diri bukan hanya sebagai penerima investasi, tetapi sebagai mitra strategis dalam membangun masa depan berkelanjutan.***
Baca juga berita-berita menarik dialektika.id/ dengan klik Google News.






