DIALEKTIKA — Tahun 2024 akan menjadi momen penting dalam sejarah demokrasi Indonesia karena pelaksanaan pemilihan legislatif dan presiden serta persiapan untuk Pilkada. Menurut Survei Nasional Kawula17 pada kuartal kedua tahun 2024, meskipun masyarakat sangat sadar dan antusias terhadap Pilkada, 90 persen orang tahu dan berencana untuk berpartisipasi, aktivisme politik masih rendah.
Sangat sedikit orang dalam masyarakat yang terlibat aktif dalam kegiatan politik, dan sebagian besar hanya menjadi penonton pasif. Menurut peneliti Oktafia Kusuma dari Kawula17, “Tidak ada pola atau perbedaan signifikan antara usia tertentu. Rendahnya tingkat aktivisme ini terjadi secara merata di seluruh lapisan usia, mulai dari yang muda hingga yang tua.”
Survei ini menemukan bahwa tingkat kesadaran masyarakat tentang Pilkada yang akan datang sangat tinggi. Sembilan puluh persen anggota masyarakat mengetahui tentang pemilihan yang akan diadakan pada November 2024. Selain itu, 90 persen populasi berencana untuk menggunakan hak pilih mereka, menunjukkan tingkat antusiasme yang tinggi untuk berpartisipasi dalam Pilkada. Bahkan sebelum kampanye resmi dimulai, dua dari lima pemilih telah memutuskan pilihan mereka. Seperti yang ditunjukkan oleh angka-angka ini, orang Indonesia sangat antusias dan siap untuk berpartisipasi dalam Pilkada 2024.
Tingkat Aktivisme Sosial
Tingkat aktivisme politik masyarakat Indonesia relatif rendah di tengah antusiasme yang tinggi terhadap Pilkada. Tindakan untuk mendorong perubahan politik atau sosial dikenal sebagai aktivisme. Survei menunjukkan bahwa 62% populasi tidak terlalu aktivis politik. “Penonton”, juga dikenal sebagai “spektator”, adalah kelompok terbesar, yang secara pasif mengamati perkembangan politik dengan menonton berita atau membaca artikel, tanpa terlibat langsung. Baik di kota maupun di pedesaan, aktivisme ini tersebar luas. Hanya sebagian kecil dari mereka yang termasuk dalam kelompok “aktivis” (13%) dan “gladiator” (2%) yang terlibat dalam organisasi politik, pemilu, atau partai politik.
Selain itu, survei ini menunjukkan bahwa mayoritas orang tidak pernah atau jarang menghadiri pertemuan warga yang membahas masalah lokal. Sebanyak 55% dari populasi menyatakan bahwa mereka tidak pernah atau jarang menghadiri acara tersebut, sementara hanya 16% dari populasi menyatakan bahwa mereka menghadiri pertemuan warga dengan sering atau sangat sering. Ini menunjukkan bahwa, meskipun banyak orang yang sangat terlibat dalam Pilkada, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan politik sehari-hari masih perlu ditingkatkan.
Selain itu, temuan ini mengingatkan kita pada fakta bahwa banyak orang di sekitar kita yang tidak peduli atau hanya menonton proses politik. Namun, jika kita mempertimbangkan dengan cermat, semua aspek kehidupan sehari-hari dipengaruhi oleh proses politik yang dilakukan legislator. Oktafia menyatakan bahwa tujuan mereka adalah mendorong partisipasi konstituen untuk lebih aktif mendengar dan menyampaikan suara masyarakat dalam pembuatan kebijakan.
Ia juga mengatakan bahwa organisasi masyarakat sipil harus bekerja sama untuk menyuarakan masalah penting dan dampak mereka pada masyarakat. Dengan cara ini, mereka berharap masyarakat tidak hanya mendapatkan informasi dan hanya menjadi penonton atau penonton, tetapi juga ingin berpartisipasi lebih jauh, menjadi aktivis, atau bahkan menjadi gladiator.
Faktor-faktor yang Memotivasi dan Menghambat Aktivisme
Dalam survei ini, sejumlah variabel diidentifikasi yang dapat membantu atau menghalangi aktivisme politik di Indonesia. Akses terhadap informasi dan pendidikan politik yang lebih baik adalah dua hal yang dapat mendorong aktivisme. Saat pemilu, masyarakat cenderung lebih sering mencari informasi dan berpartisipasi dalam diskusi politik dan organisasi sosial atau politik. Selain itu, platform partisipasi seperti Kawula17 dan Voting Advice Application (VAA) dapat membantu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam politik.
Karena mudah digunakan, alat bantu teknologi seperti VAA dapat mendorong partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam diskusi di lingkungan sekitar. VAA juga mendorong partisipasi lebih aktif melalui partisipasi nyata dalam diskusi di media sosial dan pemilihan umum. Oktafia menyatakan bahwa informasi yang diberikan oleh VAA dapat membantu pemilih memahami masalah penting dan posisi calon dalam berbagai topik.
Sebaliknya, apatisme terhadap sistem politik saat ini adalah salah satu dari sejumlah alasan yang dapat menghambat aktivisme politik. Masyarakat memilih untuk tidak terlibat karena mereka percaya bahwa suara mereka tidak akan mengubah apapun. Kurang pendidikan politik dan kesadaran politik masyarakat juga menghalangi aktivisme politik. Banyak orang tidak tahu banyak tentang politik dan hak-hak warga negara, jadi mereka tidak tertarik untuk terlibat dalam aktivitas politik.
Tingkat Aktivisme Penting?
Sangat penting untuk memiliki tingkat aktivisme yang tinggi untuk menjamin bahwa suara masyarakat didengar dan diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan politik. Aktivisme politik juga dapat memperkuat demokrasi Indonesia dan mendorong akuntabilitas partai politik dan pemerintah. Akibatnya, penting bagi berbagai pihak, termasuk media, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil, untuk terus mendorong dan memfasilitasi partisipasi politik masyarakat.
Survei ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat bersemangat untuk Pilkada 2024, tetapi aktivisme politik perlu ditingkatkan. Keprihatinan yang tinggi terhadap Pilkada harus diimbangi dengan upaya untuk meningkatkan partisipasi publik dalam kegiatan politik sehari-hari. Oleh karena itu, partisipasi politik yang lebih aktif dapat membantu memperkuat demokrasi dan menjamin bahwa suara masyarakat benar-benar diperhitungkan dalam proses politik Indonesia.
Kawula17 melakukan survei nasional setiap kuartal, dan survei ini adalah bagian darinya. Sampel representatif sebesar 408 orang dari seluruh Indonesia diikuti, dengan margin kesalahan 5%, dan rentang usia dari 17 hingga 44 tahun.***
Baca juga berita-berita menarik dialektika.id/ dengan klik Google News.
