DIALEKTIKA KUNINGAN — Malam menjelang peringatan 80 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Sabtu 16 Agustus 2025, tak hanya diselimuti euforia, tetapi juga nuansa reflektif yang mendalam.
Perayaan malam itu, bukan seremonial semata yang dipusatkan pada Upacara Taptu, serta Pawai Obor dan Lampion, menjelma menjadi sebuah perpaduan unik antara tradisi militer yang khidmat dan perayaan rakyat yang penuh semangat.
Ribuan obor dan lampion yang menyala di sepanjang Jalan Siliwangi bukan sekadar pemandangan indah. Cahaya temaramnya, yang menari-nari diterpa angin malam, seolah menjadi representasi hidup dari semangat kebersamaan yang menyatukan seluruh elemen masyarakat Kuningan.
Dari anggota TNI dan Polri, Aparatur Sipil Negara (ASN), pelajar, hingga masyarakat umum, semuanya melebur dalam satu barisan, menciptakan simbol persatuan yang kuat.
Makna di Balik Tradisi
Pawai Obor dan Lampion di Kabupaten Kuningan bukanlah sekadar kegiatan rutin tahunan. Taptu, sebuah tradisi yang diwariskan dari dunia militer, memegang peranan penting sebagai pengingat akan nilai-nilai kedisiplinan dan kewaspadaan.
Dengan barisan yang teratur dan nyala obor yang konstan, peserta pawai seolah diajak kembali ke masa perjuangan, menghormati para pahlawan yang telah mengorbankan segalanya demi kemerdekaan.
Kehadiran pejabat tinggi, seperti Bupati dan Wakil Bupati Kuningan, bersama jajaran Forkopimda dan tokoh masyarakat, menjadi bukti nyata betapa tradisi ini dihargai.
Mereka tidak hanya mengawasi, tetapi juga berpartisipasi, menunjukkan bahwa semangat kebangsaan adalah milik bersama, tanpa memandang jabatan atau latar belakang.
Dari Keramaian Menuju Keheningan
Puncak Pawai Obor dan Lampion adalah saat ribuan peserta dan masyarakat tumpah ruah di jalanan utama—kawasan Ruko Siliwangi. Sorak sorai, tawa, dan decak kagum berbaur di antara kerlap-kerlip cahaya lampion dan lampu hias.
Namun, perayaan itu mencapai klimaksnya bukan dengan keriaan, melainkan dengan keheningan. Tepat tengah malam, rombongan pawai bergerak menuju Taman Makam Pahlawan. Suasana yang tadinya meriah mendadak berubah menjadi khusyuk. Dalam Renungan Suci, cahaya obor yang riuh digantikan oleh keheningan doa yang mendalam.
Momen ini menjadi penutup yang sempurna, mengajak setiap orang untuk merenungkan makna kemerdekaan, mengenang pengorbanan para pahlawan, dan mengikrarkan janji untuk melanjutkan perjuangan melalui kontribusi nyata bagi bangsa.
Dengan demikian, malam jelang kemerdekaan di Kabupaten Kuningan bukan hanya sebuah perayaan, tetapi sebuah narasi utuh yang mengajak semua pihak untuk merayakan masa kini sambil meneladani semangat para pendahulu.***
Baca juga berita-berita menarik dialektika.id/ dengan klik Google News.
