DIALEKTIKA (OPINI) – Setiap instansi mempunyai tata tertibnya masing-masing. Yang bertujuan agar segala hal yang berkaitan akan menjadi lebih teratur. Baik dalam urusan administrasi, kewenangan, tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Hal ini bertujuan agar setiap instansi dapat memberikan sebuah kepastian dalam pengelolaan dalam suatu instansi.
Perumpamaan yang diambil yaitu jika semisal suatu instansi di sekolah di Indonesia, baik swasta ataupun negeri. Kedua instansi tersebut pasti memiliki tata tertib masing-masing. Tujuan dibentuknya tata tertib tersebut diantaranya yaitu untuk memberikan sebuah larangan, perintah, dan anjuran.
Larangan untuk setiap individu yang terikat dalam instansi tersebut untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan. Dengan catatan peraturan yang dibentuk dalam rangka untuk kebermanfaatan bersama.
Di akhir berbagai perintah dan larangan yang dicantumkan di peraturan, barulah berbagai anjuran akan diberikan. Sebagai saran yang dapat dilakukan oleh individu terkait untuk memberikan sebuah hal yang memberikan dampak yang positif bagi instansi terkait.
Dilanjut, ketika sekolah A memberikan larangan kepada para muridnya untuk tidak dibolehkannya menggunakan gawai dalam proses pembelajarannya. Itu merupakan hak dari sekolah A itu sendiri untuk menjalankan visi misi sekolah untuk mewujudkan target-target yang telah dibuat.
Lain hal jika sekolah B sangat dan terbuka untuk memberikan akses terhadap siswanya dalam mengakses gawai dalam pembelajaran. Landasan dasar yang digunakan oleh kedua sekolah ini tentunya memiliki tujuannya masing-masing. Sekolah A membatasi dengan tujuan agar suasana dalam kelas akan terkendali dan memberikan interaksi yang lebih dalam kelas.
Adapun untuk sekolah B memiliki kebijakan memperbolehkan siswanya untuk mengakses karena dari gawai itulah berbagai pembelajaran akan dilakukan, karena menyadari bahwa anak sekolah zaman sekarang itu mulai melek terhadap teknologi. Perbandingan antara kedua sekolah tersebut memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing.
Namun, yang perlu kita lihat dari kedua perbedaan tersebut, dapat di highlights di bagian bagaimana kebijakan-kebijakan yang dibuat memenuhi kesepakatan dari seluruh elemen yang terikat di dalamnya, Kesepakatan ini memberikan sebuah indikasi bahwa peraturan yang dibuat sudah sesuai dengan standar yang ada dan dapat diterima di setiap elemen dari instansi.
Dari berbagai pokok tujuan dari dibuatnya tata tertib, setiap instansi dari sekolah pasti memiliki kewenangannya masing-masing. Satu sekolah dengan sekolah lainnya memiliki peraturannya masing-masing.
Adapun peraturan yang ada disesuaikan visi misi yang ada. Secara tidak langsung, dalam pembentukan peraturan yang ada akan menyesuaikan dengan dasar-dasar yang dianut oleh sekolah tersebut.
Sekolah A tidak dapat disamakan dengan Sekolah B karena akan ada kemungkinan berbagai perbedaan yang mendasar dari kedua sekolah tersebut dapat membuat kebijakan yang diterapkan akan berbeda. Yang perlu digaris bawahi juga yaitu dari perbedaan peraturan kedua sekolah tersebut tak bisa menjadikan sekolah satu dengan yang lainnya saling mengikat.
Berkaca dari beberapa uraian yang telah dijelaskan yang dibuat di atas. Mengenai tata tertib dan berbagai peraturan yang diterapkan, hakikatnya sama. Seharusnya tata tertib satu lembaga tidak dapat mengatur lembaga yang lainnya. Dikarenakan masing-masing lembaga punya kewenangannya masing-masing. Di akhir penetapan yang dilakukan oleh DPR. Banyak pihak yang mempertanyakan berbagai peraturan yang banyak menimbulkan berbagai pro kontra dari berbagai pihak.
Hal ini karena adanya hal hal bertentangan terkait limitatif dari kewenangan berbagai pasal yang baru saja ditetapkan. Adapun pasal yang ditambahkan yaitu pasal 228A ayat (1) dan (2) yang berbunyi “(1) Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 227 ayat (2), DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku. “ Uraian dua pasal tersebut bertentangan dengan UU MD3 Pasal 70 ayat (3) yang dimana DPR ini memiliki kewenangan dalam mengevaluasi pelaksanaan UU, APBN, dan kebijakan pemerintah, Namun, DPR ini tetap mempunyai limitatif dalam melakukan pengawasannya.
Limitatif dari kewenangan DPR ini secara yuridis tidak ditujukan untuk lembaga di luar dari yang seharusnya. Seperti kekuasaan kehakiman, lembaga penegak hukum, dan lembaga independen. Adapun jika DPR ini melanggar dari limitatif yang telah ditentukan, maka untuk check and balance dari tiga lembaga tinggi negara dipertanyakan.
Semestinya untuk setiap lembaga dari manapun juga tidak bisa mengintervensi lembaga lainnya. Satu tata tertib yang berlaku tidak dapat mengganggu lembaga yang lainnya karena di masing-masing lembaga sudah memiliki aturannya masing-masing. Juga satu lembaga tak bisa serta merta menertibkan lembaga lainnya jika tidak mempunyai kewenangan. Itu sama halnya dengan penugasan di luar wewenang. Yang mana hal ini akan memberikan dampak yang kurang baik jika adanya tumpang tindih antara satu lembaga dengan lembaga lainnya.
Penulis : Fariha Qonita Salma, (Anggota UKM F KPK, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
