DIALEKTIKA — Politisi Partai Gerindra Kabupaten Kuningan, H. Abidin, sentil para Birokrat lingkup Organisasi Perangkat Daerah Pemkab Kuningan, khususnya dalam penanganan masalah pariwisata di Kota Kuda.
Ihwal tersebut dilontarkan Abidin dalam Forum Group Discussion (FGD) dengan tema “Model Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan Lokal di Desa Cisantana”, yang diselenggarakan para peneliti dari STIE Ganesha Jakarta, Selasa 15 Agustus 2023, di Aula Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
“Birokrat jangan seperti peramal atau indigo, apalagi jadi teknokrat kapitalistis,” tandasnya di hadapan Kepala Dinas/Badan ataupun perwakilannya yang menjadi narasumber dalam forum grup diskusi tersebut.
Menilai kehadiran akademisi yang melakukan penelitian tentang pariwisata Kabupaten Kuningan, H. Abidin memberikan apresiasi, pasalnya ia sangat berharap dengan adanya kajian mendalam bisa menjadi rujukan data dan fakta yang bersumber dari realita di lapangan untuk digunakan birokrat atau lembaga eksekutif pemerintahan dalam menentukan kebijakan.
“Dengan adanya penelitian ini, ya kegiatan forum positif, ini bisa dijadikan sebuah rujukan atau referensi manakala untuk penelitian tentang masalah pengembangan perekonomian di Kabupaten Kuningan,” ujar Bakal Caleg DPRD Provinsi Jawa Barat Dapil 13 (Kuningan, Ciamis, Banjar, dan Pangandaran) dari Partai Gerindra.
Mengenai tema pengembangan wisata dan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal dalam forum diskusi penelitian tersebut, H Abidin menanggapinya sangat menarik dan menurutnya harus didukung secara secara utuh.
Lebih lanjut diutarakannya, masalah pariwisata tidak bisa dilihat daripada satu sisi semata, melainkan harus ada variabel-variabel yang pendukungnya. Yakni, diantaranya seperti apa yang hendak diteliti dari akademisi, soal kearifan lokal.
“Seperti sumber daya manusia, sumber daya alam yang harus dikaji benar. Nah sumber daya alam ini sangat luar biasa sebenarnya di Cisantana ini, untuk pertanian, perkebunan dan peternakan bisa dijadikan sebuah daya tarik, dan bisa mendongkrak juga membantu kemajuan tentang kepariwisataan di Kabupaten Kuningan,” tuturnya.
Tapi kalau untuk masalah pertanian di Cisantana, Abidin mengesalkan, terutama di bidang palawija dan holtikultura sudah tidak lagi diminati para petani di sana. Padahal dulunya menjadi sumber penghasilan utama warga desa, selain dari peternakan sapi.
“Flashback di Cisantana itu dulu hasil buminya dari hortikultura dan palawija bisa dikatakan menjadi lumbung holtikultura, lumbung palawija, tapi sekarang hanya tinggal nama. Dulu hasil tanaman petani bisa memasok pasar-pasar di Jakarta, ke Karawang, ke Bandung, hingga beberapa daerah di Jawa Tengah. Sekarang itu malah kita yang dipasok, nah jangankan kita untuk jadi pemasok, untuk konsumsi daripada masyarakat yang ada di lingkungannya sendiri aja udah sulit,” getirnya.
“Coba kita bayangkan butuh wortel 1 kilo aja, butuh bawang daun aja, kok repot, butuh jagung kita untuk rebus satu jantung aja sulit? Kenapa ini, pokok permasalahannya apa? Ini pertama adalah hama, banyak hama babi untuk palawija ini harus ada penyelesaian sama solusinya. Apa kalau penyelesaian jangan selalu menggunakan pihak Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) tai bersama dengan pemerintah daerah harus duduk bersama menyelesaikannya. Karena taman nasional juga punya teritorial dan punya hukum, pemerintah daerah juga punya hukum daerah sendiri. Nah tapi di sini harus untuk bersama, berkolaborasi, bersinergi,” ujarnya.
Ditanya kenapa banyak babi hutan sampai turun gunung merusak tanaman di ladang petani, dijawab Abidin lantaran ekosistem di hutan Gunung Ciremai sudah rusak.
Ia menambahkan, bahwa sektor pertanian dan peternakan itu sangat membantu sekali untuk kemajuan pariwisata di Desa Cisantana. “Daerah mana saja lah yang namanya parawisatanya maju daerah dengan pertanian dengan perkebunan jadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Jadi, omong kosong berbicara parawisata akan dikejar itu hanya di bidang tentang masalah destinasinya saja hal yang tentang masalah apa tuh tentang kulinernya saja kalau tentang masalah pertanian tidak dipelihara, tidak dijaga dan tidak dibangkitkan kembali, bisa repot parawisata akan maju, ujar Abidin lagi.
Menurutnya, dalam upaya meningkatkan sektor pariwisata harus secara komprehensif atau menyeluruh. Dikatakan mantan Anggota DPRD Kabupaten Kuningan ini menilai soal konsep dari Pemerintah Kabupaten Kuningan sudah bagus, hanya saja dari segi tataran implementasi sangat kurang.
“Tantangan bagi Birokrat eksekutif, bahwa rakyat ini sekarang itu butuh solusi, ekonominya lagi melemah, daya beli lagi melemah, maka butuh ada pemerintah di tengah-tengah masyarakat. Jangan hanya sebuah slogan saja, jangan hanya sebuah retorika saja, tapi dibarengi dengan karya-karya nyata, dengan karya-karya yang faktual, kata Pak Presiden Jokowi kita kerja, kerja nyata!” tukasnya.
Intinya tandas Abidin, bahwa pemerintah harus memikirkan pemanfaatan potensi sumber daya alam yang dapat menyejahterakan rakyatnya. Dirinya mengatakan ironis sekali, Kabupaten Kuningan tanahnya subur tapi petani malas nandur. Bisa menyuplai kebutuhan sumber daya air ke Kota Cirebon hingga Kabupaten Indramayu, tapi ada wilayah yang kekeringan kurang terperhatikan.
“Bahkan di Cisantana ini sebetulnya ada produk UMKM unggulan yaitu ‘Sambel Puruluk’ dari bahan baku bawang daun, tapi lantaran sekarang untuk memproduksinya besar pasak daripada tiang, para pelaku usahanya jadi lesu. Makanya kalau Bupati Kuningan Acep Purnama dapat penghargaan dari penilaian bidang UMKM ya jangan sampai predikat semata, tapi pelaku ekonomi kreatif harus disejahterakan. Seperti sudah disinggung tadi, cari solusi masalah hama yang membuat masalah bagi petani hingga malas. Dan ketika sudah mulai jalan lagi, pemerintah juga bantu pemasaran hasil bumi juga olahan UMKM-nya,” tandasnya.***
Baca juga berita-berita menarik Dialektika.id dengan klik Google News.