DIALEKTIKA — Dalam perspektif global, konsumen APAC merupakan pengguna terbesar produk-produk baru perbankan, dan paling cenderung memilih bank yang lebih mengutamakan manfaat daripada laba.
Platform perbankan cloud Saas, Mambu, dalam laporan terbarunya yang diterima Dialektika.id, Rabu 17 November 2021, menyampaikan, kini tiga perempat (75 persen) konsumen perbankan di APAC mengaku lebih cenderung menggunakan perbankan digital dibandingkan dengan sebelum pandemi Covid-19.
Laporan Kelompok pengguna layanan keuangan yang perlu Anda ketahui (The financial tribes you need to know) mengungkapkan data bahwa hampir dua pertiga (65 persen) konsumen di APAC benar-benar memanfaatkan layanan perbankan digital selama 18 bulan terakhir dan dua dari lima nasabah di seluruh dunia mulai menggunakan perbankan digital untuk pertama kalinya akibat situasi pandemi Covid-19.
Sebagai artikel terbaru dalam serial ‘Disruption Diaries’ (Diari Disrupsi) milik Mambu, laporan tersebut mensurvei 4.500 konsumen di seluruh dunia dan mengidentifikasi kemunculan lima ‘kelompok’ pengguna keuangan baru yang perlu dicermati oleh dunia perbankan pasca pandemi Covid-19.
“Setiap kelompok-pengguna keuangan menyingkap pola adaptasi perilaku konsumen dan langkah antisipatif yang harus ditempuh oleh bank untuk tetap menjadi yang terdepan. Segmentasi nasabah konvensional dalam layanan keuangan sudah tidak berlaku lagi,” ungkap CEO Mambu Eugene Danilkis.
“Model tunggal untuk semua kategori atau yang lebih dikenal dengan demografi sederhana, yang membagi nasabah berdasarkan jumlah nominal pendapatan, menjadi sia-sia belaka di dunia keuangan yang terbuka dan kaya data,” tambahnya.
Di antara kelompok konsumen utama yang teridentifikasi dalam survei ini adalah:
Techcelerator
Kelompok terbaru yang beralih ke dunia perbankan digital dengan mengadopsi layanan digital di tengah-tengah situasi penutupan kantor-kantor cabang.
Kelompok ini merupakan yang terbesar di dunia dengan komposisi sebesar sepertiga (33 persen) dari total responden, dan 37 persen dari total responden di APAC. Usia dominan kelompok ini adalah di atas 35 tahun.
Bankir beretika
Remaja, Penabung yang digerakkan oleh aspek manfaat dan ingin memberikan dampak positif bagi dunia. Kelas ini adalah yang terbesar kedua di dunia dengan 31 persen responden. Secara global, hampir separuh (49 persen) dari usia kelompok ini berkisar antara 18 dan 34 tahun.
Penggemar kepraktisan
One-stop shoppers yang menginginkan paket layanan lengkap dengan sekali klik dan tanpa tambahan biaya. Komposisi kelompok ini adalah sebesar 23 persen responden global dan umumnya sudah berusia paruh baya atau tua — dengan lebih dari separuhnya (55 persen) berusia di atas 35 tahun.
Kelompok ini paling enggan merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan layanan keuangan yang premium untuk menawarkan penghematan waktu atau fleksibel. Standar ekspektasi mereka adalah pengalaman nasabah yang terbaik dengan biaya minimum.
Pengusaha karena Pandemi (Covidpreneur)
Pengusaha yang mulai membuka bisnis baru di saat pandemi, Mereka membutuhkan layanan perbankan bisnis yang praktis dan andal. Secara global pengusaha covid (covidpreneur) merupakan kelas termuda dengan hampir dua pertiga (64 persen) di antaranya berusia di bawah 35 tahun dan seperempat (25 persen) di antaranya berusia di bawah 25 tahun.
Penimbun aset baru
Pemilik aset baru yang ingin menggunakan layanan keuangan untuk membeli, memperdagangkan dan menyimpan aset. Persentase kelompok ini memang paling kecil, tetapi perkembangannya sangat pesat di seluruh dunia.
Dua pertiga (66%) di antaranya adalah laki-laki dan lebih dari separuhnya berusia di bawah 35 tahun. Kelompok ini paling cenderung memiliki aset baru dan paling cenderung untuk sepakat bahwa kemampuan bank dalam membeli, menjual atau mengelola aset baru merupakan hal penting.
Manajer Umum Mambu untuk Indonesia, Husni Fuad, menjelaskan, riset ini sangat relevan bagi pasar Indonesia mengingat cepatnya arus perubahan transformasi ketika kita menghadapi dan keluar dari pandemi Covid-19.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumen di Asia Pacific sudah sangat memahami manfaat layanan keuangan digital, di mana 26% diantaranya menikmati berbelanja online setiap pekan atau setiap hari jika dibandingkan dengan sebelum pandemi Covid-19 yang hanya 16%.
Selain itu, 42% di antaranya menggambarkan bahwa kebiasaan berbelanjanya merupakan sesuatu yang spontan atau sangat spontan.
“Survei ini juga mengidentifikasi bahwa konsumen di APAC juga suka “memegang” uang, dengan lebih dari 71 persen di antaranya memilih investasi daripada membelanjakan uang. Dunia perbankan Indonesia dapat memanfaatkan survei ini untuk lebih memahami perilaku nasabah mereka pasca pandemi,” jelasnya Husni Puad.
Danilkis menambahkan, jika masa depan yang cerah dan makmur menjadi idaman, dunia perbankan harus berbenah dan serius mengonsep pola hubungannya dengan kelompok-kelompok nasabah dalam masyarakat yang terus berubah dinamis dan menggaet mereka dengan aneka produk dan pengalaman yang memenuhi nilai komunal dan kebutuhan keuangan mereka.
“Jumlah pengguna akhir kami di platform Mambu telah menembus angka 50 juta lebih di seluruh dunia, yang menunjukkan pesatnya permintaan akan produk keuangan baru yang bisa diakses secara digital,” katanya.
Tom Cheesewright, Futuris Terapan, turut menyampaikan pandangannya, industri perbankan dan keuangan, yang merupakan “legasi” dalam industri ini, benar-benar oleng akibat tuntutan digital yang datang begitu mendadak dan bagai air bah.
Dampak karantina wilayah (lockdown) global benar-benar melecut dunia untuk menjelang masa depan digitalnya sendiri sehingga melahirkan perubahan sikap yang begitu mendadak terhadap perbankan online, yang sebelumnya diprediksi akan membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Bank-bank dengan rencana transformasi yang bertumpu pada asumsi-asumsi pra-COVID pun ramai-ramai ditinggalkan para nasabah yang telah menemukan cara baru dalam mengelola dana mereka selama pandemi Covid-19, sesuai potret ‘kelas’ yang teridentifikasi di dalam laporan.
“Kini lembaga keuangan menghadapi tekanan untuk membuktikan bahwa mereka mampu memberikan layanan yang beretika, efisien dan inovatif,” tuturnya.
Adapuan hasil utama survei APAC:
- 71% konsumen di APAC lebih memilih investasi daripada membelanjakan uang.
- 74% patuh mengikuti anggaran.
- Keamanan keuangan (85%), mencapai target keuangan (87%) dan laba atas investasi (86%) merupakan tiga poin terpenting saat melakukan investasi.
- 50% responden APAC memiliki properti.
- Transfer uang (91%), cek saldo rekening (90%) dan layanan pembayaran tagihan (87%) merupakan tiga layanan perbankan digital atau online terpenting yang sering dikutip.
- 74% responden APAC lebih cenderung memilih bank yang lebih mengutamakan manfaat daripada laba.
- 65% lebih sering menggunakan perbankan online atau digital selama pandemi.
- 75% cenderung untuk terus menggunakan perbankan online atau digital secara lebih sering pasca pandemi Covid-19.***